Mengurangi kekerasan sosial melalui peningkatan kualitas pendidikan di semua jenjang satuan pendidikan

Tingkat kekerasan sosial dewasa ini mengalami peningkatan, beberapa peristiwa justru melibatkan anak usia sekolah. Beragam tindak kriminal mulai dari kasus pencurian, geng motor, pemerkosaan, penipuan, pembunuhan, dan lain sebagainya, para pelakunya masih berusia remaja. Hal ini menjadi masalah serius yang harus ditangani dengan baik dan bijak sehingga dapat mengurangi efek negatif yang bisa timbul akibat kesalahan dalam penanganan.

Disisi lain, kualitas pendidikan ditengarai terus menurun. Berbagai upaya telah dilaksanakan mulai dari perubahan kurikulum yang mengedepankan pada domain sikap, sampai dengan peningkatan kompetensi guru yang selalu dievaluasi melalui kegiatan UKG (Uji Kompetensi Guru).

Apakah kedua permasalahan bangsa di atas memiliki benang merah? Apakah penurunan kualitas pendidikan berpengaruh pada peningkatan kekerasan sosial? Ataukah kekerasan sosial terjadi sebagai dampak dari perubahan pola pikir masyarakat yang sudah jauh dari norma dan budaya serta kepribadian luhur bangsa? Ataukah peningkatan kekerasan sosial semata-mata akibat dari masalah ekonomi yang dihadapi masyarakat?

Teknologi informasi dan media sosial memegang andil yang cukup besar, butuh pengetahuan yang baik agar pemanfaatannya bisa bernilai positif. Sebaliknya dapat menurunkan atau melunturkan nilai-nilai moral dan etika akibat budaya di dunia maya sangat berbeda dengan budaya kita yang sebenarnya. Olehnya itu, peran pendidikan sangat penting, pendidikan merupakan cara membangun manusia yang berkualitas, pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai karakter. Diharapkan melalui pendidikan karakter ini, moral dan etika siswa dapat meningkat sehingga tujuan pendidikan nasional dapat tercapai. Sulaiman, dalam Chan, dkk., (2005: 17) menjelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan yang terampil. Kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Hal ini senada dengan undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Guna mencapai tujuan tersebut, diperlukan kondisi belajar yang kondusif dan jauh dari kekerasan.

Lantas bagaimana caranya agar kekerasan sosial dapat dikurangi? Sarlito (dalam Abdulah, 2013) jalan keluar yang sebaiknya ditempuh untuk mengatasi kekerasan dalam dunia pendidikan adalah dengan cara mengembalikan semuanya pada norma. Penegakan norma harus berfungsi semaksimal mungkin. Untuk memotong mata rantai kekerasan di dunia pendidikan, sekolah harusnya menjadi wadah penguatan norma (pendidikan nilai-nilai sopan santun). Sekolah damai adalah sekolah anti kekerasan yang menerapkan pendekatan secara humanis, pengajaran dengan hati dan peran serta orang tua dalam pendidikan.