Sejarah awal mula Pemberian nama Istana Merdeka
Sebagaimana kita ketahui bahwa istana merdeka adalah tempat kediaman resmi presiden, berbagai kegiatan kenegaraan dilaksanakan di dalam istana ini. Kemegahan dan kewibawaan istana merdeka merupakan simbol kedaulatan bangsa. Akan tetapi mungkin hanya sedikit orang yang tahu tentang sejarah pemberian nama istana merdeka apalagi tentang awal berdirinya istana merdeka.
Perlu diketahui bahwa Istana Merdeka didirikan sebelum masa kemerdekaan Indonesia. Pada mulanya istana ini bernama Istana Gambari Jakarta. Sementara itu dilokasi yang sama juga didirikan sebuah istana yang diberi nama Istana negara, didirikan pada tahun 1796 jauh sebelum Indonesia merdeka. Semula istana ini adalah rumah Jacob Andries Van Braam, beliau adalah Residen Belanda pertama untuk Surakarta, seorang Residen Belanda yang kaya raya dibawah masa kepemimpinan Gubernur Jenderal Daendels. Kemudian pada tahun 1873 dibangun pula sebuah istana yang diberi nama Istana Gambari.
Kedua bangunan itu berada di kawasan yang dimasa lalu bernama Weltervreden (dalam bahasa Belanda berarti ”sangat memuaskan”) merupakan kantung permukiman orang-orang Belanda dan terhitung paling elit. Weltervreden kala itu dikenal sebagai kota yang tertata cantik dengan pohon-pohon yang dipangkas rapi seperti di taman-taman Eropa. Pejabat-pejabat dan saudarag-saudagar kaya Belanda segera membangun rumah-rumah besar di Weltervreden.
Istana Negara dan Istana Merdeka dibangun mengikuti konsep rumah panggung untuk memperhitungkan kemungkinan banjir atau pasang surut air. Konsep rumah panggung itu juga berfungsi sebaga sarana aliran udara (ventilasi) untuk menyejukkan isi bangunan. Dengan hadirnya teknologi penyejuk udara di masa modern, bagian bawah ini kemudian ditembok dan diubah menjadi berbagai ruang layanan, seperti dapur, gudang, dan sebagainya.
Gaya arsitektur Pallado tampak jelas dari eksterior kedua gedung ini yang menampilkan saka-saka bercorak Yunani. Ada enam saka bundar laras Doria di bagian depan Istana Merdeka, sedangkan bagian depan Istana Negara menonjolkan 14 saka dengan laras yang sama. Kesan arsitektur Palladio juga terlihat pada bingkai-bingkai jendela dan pintu yang besar disamping lengkung-lengkung gapura di kedua sisi Istana Merdeka. Kedua Istana Jakarta ini mempunyai ciri yang hampir mirip, yaitu serambi depan yang luas dan terbuka. Di Istana Merdeka, serambi itu dicapai dengan mendaki 16 anak tangga batu pualam, langsung dari arah depan. Di Istana Negara, serambinya yang sedikit lebih sempit dicapai dari dua anak tangga di sisi kanan dan kiri, dan bagian depannya ditutup dengan pagar balustrada.
Pemberian nama itu mempunyai latar sejarah tersendiri. Pada tanggal 27 Desember 1949 Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat. Acaranya berlangsung di dua tempat: di Istana Gambir, Jakarta, Indonesia, dan Istana Dam, Amsterdam, Belanda. Di Istana Gambir, Wakil Tinggi Mahkota Belanda A.H.J. Lovink melakukan upacara itu di hadapan Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Ketua Delegasi Republik Indonesia.
Karena perbedaan waktu antara Amsterdam dan Jakarta, upacara di Istana Gambir itu dimulai menjelang senja. Matahari sudah hampr terbenam ketika lagu kebangsaan Belanda Wilhelmus berkumandang mengiringi bendera Merah-Putih-Biru untuk terakhir kalinya merayap turun dari puncak tiangnya. Masyarakat yang berkumpul di luar halaman Istana Gamir bersorak-sorak menyaksikan turunnya bendera tiga warna itu. Sorak-sorai kian gemuruh setelah kemudian lagu kebangsaanIndonesia Raya dikumandangkan mengantar bendera Merah-Putih ke puncak tiang. ”Merdeka ! Merdeka! Hidup Indonesia!”.
Kobaran pekik ”Merdeka” pada senja bersejarah itulah yang kemudian menggerakkan Bung Karno untuk mengubah nama Istana Gambir menjadi Istana Merdeka.