Pendidikan Progresif John Dewey


John Dewey adalah seorang ahli filsafat, pendidikan dan psikologi ternama di Amerika Serikat. Dalam psikologi pendidikan ia digolongkan ke dalam aliran fungsionalis, yaitu suatu aliran psikologi yang lebih menitikberatkan belajar pada kesadaran. Teori pendidikan yang ditulisnya dalam beberapa buku menghasilkan suatu teori besar yang disebut teori pendidikan progresif. Berikut ini adalah beberapa prinsip dasar dalam teori pendidikan progresif John Dewey.

1. Pelaksanaan dan Tujuan Proses Pendidikan Harus diperoleh dari Diri Anak

Sekolah menurut Dewey seharusnya disesuaikan dengan karakter alami anak-anak. Ia menyatakan bahwa jika belajar bersifat pemaksaan maka hasilnya tidaklah produktif. Ilmu pengetahuan menurut Dewey tidak akan mendidik selama tidak menimbulkan manfaat bagi anak didik. Proses belajar seharusnya diawali dengan ide-ide, semangat dan kesenangan anak. Lebih jauh, Dewey menjelaskan bahwa karakter belajar manusia terbagi menjadi tiga yaitu play, work dan symbol. Karakter belajar anak yaitu play (bermain), dimana kesenangan terletak pada aktivitas itu sendiri. Semakin besar anak-anak akan beralih ke sifat work (kerja), yaitu aktivitas yang kesenangannya terletak pada hasil yang diperoleh. Di masa dewasa karakter tersebut akan beralih menjadi symbol yaitu aktivitas yang kesenangannya terletak pada simbol-simbol abstrak. Sekolah harus menyesuaikan aktivitas belajarnya pada ketiga karakter tersebut.

2. Anak-anak Bersifat Aktif

Sifat alami anak-anak adalah aktif. Mereka benci berdiam diri atau pasif. Sepanjang waktu mereka ingin melakukan banyak hal yang menarik, yaitu bermain dan mengenali banyak hal. Proses belajar yang membuat siswa pasif akan menyia-nyiakan waktu belajar anak. Berbeda dengan kebanyakan pendapat guru saat itu yang meyakini perannya sebagai pemberi ilmu pengetahuan sehingga siswa harus berkonsentrasi penuh untuk menerima pengetahuan. Namun pada kondisi belajar yang pasif itulah menurut Dewey pikiran anak-anak akan mati.

Anak-anak adalah individu yang aktif


3. Peran Guru Cenderung pada Fasilitator atau Penasehat, bukan Pemimpin yang Berkuasa

Bagi Dewey seorang guru lebih berperan sebagai fasilitator ketimbang instruktur (pelatih atau pemberi materi pelajaran). Fungsi guru sebagai fasilitator dimulai dari mencari aktivitas yang menyenangkan anak, kemudian mengarahkan mereka untuk menemukan berbagai pelajaran yang bermakna. Pembelajaran yang menarik bukan seperti humor dan kebebasan yang sekedar menyenangkan tapi sedikit memberi pelajaran, sebaliknya pembelajaran harus berdisiplin dan menunjukkan kenyataan yang menantang. Berbagai materi dan media pembelajaran sebaiknya dimanfaatkan oleh guru untuk memberi pengalaman belajar yang menarik, mandiri dan bermakna bagi hidup mereka. Contohnya, anak-anak diarahkan untuk mengamati telur dan daging yang direbus. Mereka diarahkan untuk lebih memahami secara ilmiah mengapa perlu waktu yang berbeda untuk memasak kedua bahan tersebut.

4. Sekolah adalah Mikrokosmos dari Dunia Sosial yang Sebenarnya

Reproduksi seksual manusia akan menjaga keberlanjutan generasi. Menurut Dewey keberlanjutan generasi tidak cukup hanya dari reproduksi seksual, harus ada proses regenerasi sosial yang jalannya adalah melalui pendidikan. Karena itu sekolah harus menjadi suatu lingkungan yang akan menyiapkan anak-anak untuk benar-benar menjadi pengganti masyarakat di masa depan. Sekolah tidak boleh terpisah dari situasi sosial yang sebenarnya. Jika lingkungan sosial adalah makrokosmos maka lingkungan sekolah adalah mikrokosmos bagi anak.

John Dewey menyatakan betapa berbahayanya jika materi-materi sekolah benar-benar bersifat formal artinya tidak menggambarkan bagaimana kehidupan sosial anak yang sebenarnya. Nilai-nilai penting kehidupan sosial akan hilang dari dalam diri mereka.

5. Aktivitas Belajar Harus Lebih Diarahkan pada Pemecahan Masalah

Anak-anak harus diajari untuk berpikir, bukan mengingat atau menghafal informasi-informasi yang dihasilkan oleh para ilmuwan. Anak-anak adalah manusia yang secara alami berfungsi untuk memproduksi pengetahuan melalui aktivitasnya memecahkan masalah, bukan sebagai mesin pengingat fakta atau konsep. Untuk mendidik anak agar dapat menjadi individu dengan keterampilan berpikir itulah sekolah seharusnya dipenuhi oleh aktivitas-aktivitas pemecahan masalah.

Melalui aktivitas pemecahan masalah anak-anak akan diajari untuk berpikir dan bekerja sama. Aspek yang lebih krusial dari aktivitas pemecahan masalah adalah anak-anak akan belajar bagaimana cara belajar yang terbaik dalam hidup yang sebenarnya. School is the preparation of life.

6. Atmosfer Sekolah Sebaiknya Kooperatif dan Demokratis 

Dewey adalah salah seorang filsuf yang meyakini bahwa demokrasi merupakan satu bentuk bernegara yang terbaik. Menciptakan dan menjaga demokrasi di masyarakat harus dimulai dari dunia anak, yaitu di sekolah. Mengajarkan demokrasi tidak bisa dilakukan melalui penyampaian materi biasa. Demokrasi harus berupa atmosfer yang melingkupi sekolah, sehingga siswa menjadi terbiasa. Dalam pikiran dan sikap mereka akan tumbuh suatu karakter demokratis yang nantinya akan dibawa ke masyarakat luas.

Atmosfer demokratis di sekolah muncul dalam bentuk interaksi yang kooperatif, baik antar siswa maupun siswa dengan elemen sekolah yang lain. Melalui tugas-tugas diberikan guru ataupun interaksi keseharian mereka di sekolah, kerja sama dan sikap saling menghargai diwujudkan.


Buku Rujukan:
Mucahy, Donal E. 2007. John Dewey. Dalam The Praeger Handbook of Education and Psychology. Editor: Kincheloe, Joe L. Horn, Raymond A. Westport: Greenwood Publishing Group Inc.